HINGGA saat ini,
berbagai kalangan masyarakat diresahkan dengan adanya fenomena kebocoran data
atau informasi. Hal tersebut berimbas mencuatnya beragam kasus semacam
beredarnya dokumen rahasia Wikileaks, SMS penawaran kredit, gambar/video porno,
data/informasi rahasia perusahaan, dan lain sebagainya.
Banyak pihak yang
bertanya-tanya, siapa yang perlu disalahkan atau bertanggung jawab terhadap hal
ini? Apakah akar penyebab fenomena negatif ini? Mengapa kejadian yang sama
berulang kembali dan tidak kunjung berhenti? Dapatkah hal ini ditanggulangi
bahkan dihilangkan sama sekali. Sejalan dengan berkembangnya dunia internet
yang memberikan kemudahan, keuntungan, dan manfaat bagi orang banyak, teriring
pula bersamanya keberadaan resiko, ancaman, dan aspek negatif dari aktivitas
penyalahgunaannya. Kebocoran data yang selama ini disinyalir kerap terjadi,
dipicu oleh sejumlah hal, yang kalau dilihat secara sungguh-sungguh disebabkan
karena hal-hal yang bersifat non teknis.
Ketidaktahuan pengguna
teknologi, kecerobohan pemilik data, keterbatasan edukasi masyarakat, kealpaan
individu, dan ketidakpedulian seseorang merupakan sejumlah ‘lubang kerawanan’
yang kerap dipergunakan oleh pihak jahat untuk menjalankan misi negatifnya.
Ancaman kebocoran informasi tidak saja datang dari pihak ketiga yang berniat
jahat, tetapi bisa saja dari pihak penyedia layanan, atau pesaing bisnis Anda.
Karyawan perusahaan yang sudah tidak lagi bekerja, dan pernah memiliki akses
terhadap data perusahaan, juga berpotensi menjadi penyebab kebocoran informasi.
Didasari rasa saling
percaya, maka kebiasaan atau perilaku saling tukar menukar data atau informasi
pribadi menjadi suatu hal biasa. Lihatlah bagaimana dua orang baru berkenalan
dalam suatu seminar langsung menukar PIN Blackberry-nya, atau kebiasaan
mencantumkan no telepon genggam dalam kartu namayang sering dibagikan dan
dipertukarkan dalam berbagai kesempatan, atau secara sengaja memberitahukan
alamat email maupun telepon pribadinya di seminar-seminar karena merupakan
bagian dari pemasaran ( marketing ), atau bhkan di setiap profil pada akun
jejaring sosial ( Facebook, Twitter, dan lain-lain ) individu yang bersangkutan
selalu mencantumkan secara relatif lengkap dan jujur.
Tentu saja secara
sengaja maupun tidak sengaja, dipicu dengan karakteristik internet yang terbuka
dan bebas, data/informasi ini mudah sekali mengalir dari satu tempat ke tempat
lainnya tanpa terkendali. Oleh karena itu tidak mengherankan jika ada satu atau
kelompok orang yang rajin mengumpulkan data atau informasi tersebut ( database
) demi berbagai kepentingan di kemudian hari.
Contoh lainnya adalah
seseorang dikabarkan mendapatkan hadiah undian tertentu via SMS di mana hadiah
tersebut dapat ditebus apabila yang bersangkutan segera mengirimkan biaya
pajaknya lewat ATM, atau berita buruk kepada seseorang mengenai adanya
kecelakaan lalu lintas yang menimpa keluarga dekatnya sehingga yang
bersangkutan diminta segera untuk mengirimkan uang untuk kebutuhan operasi yang
harus segera dikirimkan untuk menyelamatkan nyawa sang korban.
Contoh-contoh di atas
perlu menjadi perhatian kita untuk lebih aware terhadap kerahasiaan data/informasi.
Sehingga masyarakat perlu mendapatkan edukasi yang baik bagaimana menyimpan
data dan mengelola informasi sehingga tidak disalahgunakan oleh pihak yang
tidak bertanggung jawab. ( Lukis Alam, pemerhati IT )
Sumber : Kedaulatan Rakyat Senin 31 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar