Oleh Adlil Umarat
“Tidak
ada sekolah khusus untuk jadi orangtua.” Kalimat singkat Elly Risman –seorang psikolog anak--dalam
sebuah seminar parenting di Depok beberapa waktu lalu, masih terngiang-ngiang
di kepala saya hingga kini. Saya ikut seminar itu dalam rangka persiapan
menyambut putri pertama saya. Dari seminar itu
saya menyimpulkan bahwa banyak orangtua yang tak siap mendidik anaknya. Saking tak siapnya, orangtua
kerap melarang, marah-marah, dan lebih parah lagi, memaksakan kehendaknya
kepada anak. Sering kita dengar kalimat
negatif dan tak jarang berbalut kebohongan: “Jangan manjat pohon sayang, nanti
jatuh..” atau “Cepat mandi, kalau ndak mau, nanti didatangi hantu..”, atau
“Cepat makan nak. Kalau ga nanti ditangkap polisi.” Segala ucapan negatif itu akan diserap oleh anak ke dalam
alam bawah sadarnya. Dampaknya? Ia bisa jadi penakut (takut hantu-polisi),
takut salah, takut mencoba, tak berani ambil risiko, merasa inferior, minder,
selalu bimbang dan ragu, serta nyaris tanpa kreativitas dan minus inisiatif.
Itulah cara-cara “mendidik” konvensional yang akan berdampak buruk terhadap
anak ketika ia sudah dewasa kelak.
Cara-cara
“mendidik” anak secara konvensional itu sudah lama ditinggalkan para pendidik
modern. Sekarang, pendidik modern sepakat untuk menghindari penggunaan “3M”:
Melarang, Menyuruh, Marah/Menghukum. Metode ini dapat mengoptimalkan segala
potensi yang terpendam dari seorang anak. Nah, perihal cara mendidik anak secara modern, saya
dapatkan di dalam sebuah buku baru berjudul “Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra” karya Yudhistira &
Siska Y. Massardi. Siapakah Yudhistira
Massardi? Ah, pasti Anda tahulah. Itu lho penulis novel ternama Arjuna Mencari
Cinta (1977 & 1980). Ia pernah bekerja di Tempo, Gatra, Indosiar, Majalah
Nebula/ESQ Magazine, dan kini concern pada Majalah Media Panduan Sentra. Di
kancah nasional, ia dikenal sebagai penulis dan sastrawan. Sepuluh Hal Penting & Disukai!
Pertama, buku ini menceritakan bagaimana
sejarah dan dinamika perjuangan keluarga kelas menengah yang peduli pada
lingkungan sekitarnya. Semua keluarga bisa meniru mereka. Pasangan
suami-istri Yudhistira & Siska Y. Massardi mulai membuka TK Batutis (baca
tulis gratis) Al-Ilmi di garasi rumahnya sejak 2005 untuk kaum dhuafa di
sekitar rumah mereka. Itu diawali oleh rasa prihatin Siska melihat banyak anak
kecil hanya main-main di sekitar rumahnya. Ketika ditanya kenapa tidak sekolah,
jawabnya karena tak ada biaya. Rasa prihatin dan peduli Siska dilanjutkan pada
usulan kepada suaminya. Siska bertekad membuka sebuah sekolah di garasi rumah
mereka.
Melihat
banyaknya anak yang mendaftar, tetangga depan rumah pun memberikan dukungan
dengan meminjamkan terasnya untuk dipakai kegiatan belajar-mengajar siswa
Batutis Al-Ilmi. Dari
garasi, Sekolah TK Batutis Al-Ilmi berkembang pesat dengan segala
halang-rintang yang berhasil dilewati Yudhis dan Siska. Pelan tapi pasti,
Sekolah Batutis Al-Ilmi makin dilirik banyak orang. Peserta yang daftar
membludak sampai harus rela dieliminasi karena keterbatasan kuota. Para
dermawan datang tanpa diundang. Sekolah Batutis pun mendapatkan sewa gratis
lahan yang cukup luas, dan di atasnya dibuatlah bangunan semi-permanen
berlantai dua yang dananya didapatkan Yudhis dari hasil penjualan lukisan karyanya.Tak
berhenti di sana, tahun 2012 Sekolah Batutis yang sudah bertambah meliputi
siswa SD, akhirnya mendapatkan gedung permanen nan megah. Letaknya tak jauh
dari garasi rumah. Ketika membaca buku ini, Anda akan diperkenalkan konsep
nekat yang sebenar-benarnya. Nekat? Ya. Yudhistira Massardi yang sudah kadung
jatuh cinta pada dunia anak-anak, banting stir dari profesinya sebagai
wartawan, berubah jadi pendidik anak usia dini.
Kedua, buku ini adalah paket lengkap. Ini adalah buku pertama di Indonesia yang merumuskan Metode Sentra dari A sampai Z, dari teori hingga realisasi, sampai detil-detil kurikulum pelaksanaannya. Tidak berlebihan jika saya menyebut buku ini pantas jadi panduan lengkap bagi PAUD, Raudhatul Afthal, TK, dan SD di seluruh Indonesia. Tak terkecuali juga bagi orangtua di rumah yang ingin menjadi sahabat terdekat buat anaknya. Metode Sentra bisa jadi sarana pengikat jiwa antara orangtua dan anak. Ada tiga tahapan dalam sajian buku Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra. Bagian Pertama, bersisi wacana pengantar menuju paradigma Metode Sentra (Bab I, II, II, IV, V, VI). Bagian Kedua, berisi panduan penyelenggaraan Metode Sentra (Bab VII). Bagian Ketiga, menyajikan potret pengalaman Sekolah Batutis Al-Ilmi Bekasi dalam menerapkan Metode Sentra (Bab VIII, IX, X, dan XI), disertai sejumlah cerita dan referensi pelengkap (Bab XII, XIII, XIV, dan Bab XV).
Metode
Sentra membangun “kecerdasan jamak” secara bersamaan dan berimbang: kecerdasan
logika-matematika, bahasa, tubuh (kinestetik), ruang (spasial), kemandirian
(intrapersonal), kepedulian sosial (interpersonal), musik. Nilai plusnya,
Metode Sentra ala Batutis Al-Ilmi menambahkan elemen kecerdasan spiritual.
Seluruh potensi kecerdasan itu dibangun melalui sentra-sentra (wahana) bermain
yang meliputi tiga jenis main: main pembangunan, sensorimotor dan main peran.
Tentu, proses belajar-mengajarnya dilakukan secara fun learning.
Ada
enam sentra yang disediakan di Sekolah Batutis Al-Ilmi, agar anak-anak bisa
bermain gembira dan mendapatkan banyak pilihan pekerjaan: Sentra Persiapan
(membangun kemampuan keaksaraan/Calistung). Sentra Seni (membangun kreatifitas,
kerjasama, imajinasi, motorik halus dan kasar). Sentra Bahan Alam (membangun
sensori motor, fisika sederhana, pemahaman akan batasan dan sebab-akibat).
Sentra Balok (merangsang kemampuan konstruksi, prediksi, presisi, akurasi,
geometri, matematika, keseimbangan). Sentra Imtaq (membangun pemahaman tentang
proses ritual dan dasar-dasar keberagamaan). Sentra Main Peran Besar (membangun
pemahaaman tentang aneka profesi, daya hidup, imajinasi, perencanaan,
presentasi, kepemimpinan).
Bagaimana
operasionalisasi dari sentra-sentra itu? Nah, semua dijelaskan secara detil di
buku ini. Kalau kita
lihat dari sisi terminologi Benjamin S. Bloom tentang taksonomi pendidikan, ada
tiga ranah yang perlu diperhatikan: kognitif, afektif,
psikomotorik. Jika kita pakai ranah tersebut untuk menganalisis buku Pendidikan
Karakter dengan Metode Sentra, maka beginilah pendapat saya:
Dari
ranah kognitif, buku ini akan membongkar paradigma lama Anda tentang cara
mendidik anak. Buku ini menawarkan alternatif terbaru dalam teknik mendidik
anak, yaitu Metode Sentra. Optimalisasi Metode Sentra akan merangsang
optimalisasi kecerdasan jamak pada anak Anda. Jangan ada lagi anggapan bahwa
anak itu pintar hanya dari nilai rapornya. Spektrum Anda mengenai kecerdasan
harus dibuka lebih luas lagi. Ada kecerdasan lain yang harus digarap dari anak
Anda. Jika kecerdasan itu berhasil dikembangkan, anak Anda akan lebih cepat
menggapai sukses sesuai passionnya. Kecerdasan jamak itu dibahas dan
dielaborasi teknik eksekusinya secara detil di buku ini.
Dari
ranah afektif, buku ini akan menggugah Anda lewat kisah-kisah spontan yang
terjadi saat interaksi antara siswa-guru, siswa-siswa, dan perangkat sekolah
lainnya. Tindakan-tindakan spontan yang datang dari hati, bisa Anda temukan di
sini. Saya menyebutnya tindakan so sweet dari siswa. Yudhis dan Siska secara
rendah hati menyebutnya sebagai endapan-endapan pengalaman. Semua kejadian kecil namun penuh makna itu akan
Anda temukan pada note kecil (highlight) yang menjelaskan bagaimana sikap
berpikir kritis, selalu tuntas mengerjakan tugas, penyayang, peduli, rajin,
jujur, dan lainnya, itu semua ada di dalam diri siswa.
Misalnya,
di halaman 128 dituliskan seperti ini: “Desi dan Hasnah murid TK-B2 Sekolah
Batutis Al-Ilmi Bekasi. Saat itu, mereka sedang membuat jurnal siang. Hasnah
mengambil krayon dengan cara yang kurang baik, sehingga teman-temannya merasa
kurang nyaman dibuatnya. Desi lalu mengingatkan Hasnah, dengan cara yang cukup
baik. Namun mungkin saat itu Hasnah masih butuh waktu untuk bisa menerima saran
dari Desi. Hasnah langsung melontarkan kata-kata yang kurang bermutu kepada
Desi. Mendengar itu, Desi dengan sabar berkata kepada Hasnah sekaligus
kepada guru: ‘Bu, meskipun Hasnah tidak sayang sama aku, aku tetap sayang sama
Hasnah’.” Ah, indahnya! Andai semua anak dididik dengan kasih sayang yang
spontan datang dari hatinya.
Dari
sisi psikomotorik, mata Anda akan diajak bergerak atau “berolahraga.” Setelah
baca buku ini, secara tidak sadar Anda akan terhipnotis untuk mencari cara
bagaimana menerapkan atau mengeksekusi Metode Sentra di rumah Anda. Metode
Sentra memberikan alternatif pendidikan dengan biaya yang tak mahal, namun kaya
akan kreativitas.
Ketiga, gaya bahasa buku ini istimewa.
“Sentuhan midas” Yudhistira Massardi sebagai wartawan senior, membuat buku ini
enak dibaca. Bahasanya mengalir dan mudah dipahami semua kalangan. Yudhistira
memilih secara ketat penulis di dalam proyek buku ini.
Keempat, di dalam buku ini diterangkan juga bagaimana guru menyusun dan menulis jurnal pengamatan dari guru terhadap murid sesuai Metode Sentra. Sesuatu yang akan sangat bermanfaat bagi guru konvensional, bagaimana seharusnya menilai dan mengamati anak didik, tanpa harus memberi label atau judgement kepada murid. Catatan pengamatan guru di Sekolah Batutis benar-benar berbeda dan menambah cakrawala pengetahuan para pembaca.
Keempat, di dalam buku ini diterangkan juga bagaimana guru menyusun dan menulis jurnal pengamatan dari guru terhadap murid sesuai Metode Sentra. Sesuatu yang akan sangat bermanfaat bagi guru konvensional, bagaimana seharusnya menilai dan mengamati anak didik, tanpa harus memberi label atau judgement kepada murid. Catatan pengamatan guru di Sekolah Batutis benar-benar berbeda dan menambah cakrawala pengetahuan para pembaca.
Kelima, buku ini cocok dibaca semua kalangan.
Tak hanya guru yang layak baca buku ini. Malahan, saya menganjurkan tiap orang
untuk membaca buku ini. Jika Anda guru, Anda dipastikan akan punya pandangan
dan teknik baru dalam mendidik siswa. Kreativitas
Anda akan diuji. Dalam Metode Sentra, justru yang sibuk dan musti update ilmu
adalah sang guru. Murid adalah sentral. Guru mengikuti perkembangan dan
bagaimana daya serap siswa. Jika Anda seorang praktisi pendidikan, motivasi
Anda akan berlipat dan bertekad untuk berbuat lebih hebat lagi dari yang
dilakukan Yudhis dan Siska. Jika Anda adalah wali murid, Anda bisa terpancing
untuk tidak sepenuhnya menyerahkan tanggungjawab mendidik anak hanya pada
institusi sekolah saja. Anda sangat bisa menerapkan Metode Sentra mulai dari
meja makan. Bagi orangtua yang anaknya sudah kecanduan pada permainan gadget,
sangat dianjurkan untuk melahap buku ini supaya muncul ide melakukan permainan
seru nan edukatif bersama anak.
Keenam, tingkat kenyamanan buku cukup baik.
Buku ini kaya dengan foto-foto kegiatan, dan dikemas secara sempurna. Tebalnya
354 halaman. Cukup tebal dan membuat Anda puas mengobok-obok buku ini.
Kertasnya yang Matt Paper/Full Colour akan memanjakan mata pembaca. Buku ini
didesain secara kokoh dengan hard cover. Jadi, ia akan tahan lama untuk
diturun-temurunkan ke generasi selanjutnya.
Ketujuh, kita bisa belajar sabar menghadapi
anak-anak dari semua guru di Batutis Al-Ilmi. Guru di Batutis Al-Ilmi dilarang
melakukan 3M (Melarang, Marah, Menyuruh). Guru-guru di Batutis Al-Ilmi juga
mencurahkan isi hatinya di buku ini. Ini tak mudah lho. Menghindari 3M butuh
cara pikir yang kreatif. Sejatinya,
ketika seorang anak belajar dengan Metode Sentra dalam mengembangkan kecerdasan
jamaknya, maka sesungguhnya yang benar-benar belajar itu bukan hanya sang anak.
Tapi, orangtua, pendidik, guru, itu juga dipaksa untuk turut andil belajar.
Kita orangtua akan dipaksa untuk mencari cara-cara kreatif, menghidupkan
simpul-simpul saraf kreatif, berpikir out of box, untuk mencari peluang belajar
sambil bermain dengan biaya murah.
Buktinya?
Saya ingat betul, Yudhis sempat kesulitan dalam hal pendanaan Sekolah Batutis
Al-Ilmi. Yudhis putar otak mencari cara agar ada dana masuk, dan muridnya yang
kurang mampu tetap bisa bersekolah, serta guru-guru tetap bisa dibayar gajinya.
Akhirnya, mau tidak mau, ia harus cari cara. Ia pun mulai belajar melukis. Satu
demi satu, lukisannya jadi. Padahal, sebelumnya ia sama sekali tidak bisa
melukis. Sampai terkumpul 51 lukisan dan akhirnya lukisan itu dilelang untuk
charity di sebuah acara. Lukisan-lukisan itu laku keras. Uang yang terkumpul
sejumlah ratusan juta. Nah, kecerdasan jamak Yudhis benar-benar jadi hidup di
saat harus mencari dana untuk Sekolah Batutis Al-Ilmi.
Kedelapan, buku ini tergolong “non-komersial.”
Artinya, selain keuntungannya digunakan untuk operasional Batutis Al-Ilmi, buku
ini juga tergolong tidak pelit. Meski harganya agak di atas rata-rata buku
pendidikan, Yudhis dan Siska benar-benar membuka rahasia sukses mereka
mendirikan, mengembangkan, dan membesarkan TK-SD Batutis Al-Ilmi. Jadi, dengan
membeli buku ini, Anda seperti mengintip keseluruhan sistem yang sudah dibangun
di Sekolah TK-SD Batutis Al-Ilmi. Pak Yudhis malah punya impian dalam sebuah
sesi wawancara, ia ingin Metode Sentra yang diterapkan di Batutis bisa diadopsi
di PAUD-TK-SD di seluruh Indonesia. Targetnya 1.000 sekolah.
Kalau
Anda googling, untuk mendapatkan paket komplet tentang ilmu penyelenggaraan
institusi pendidikan, Anda akan sering menemukan konsultan yang pasang tarif.
Konsultasi sedikit, bayarnya banyak. Padahal ilmu yang dibagikan hanya sedikit.
Nah, buku ini benar-benar seperti membuka selebar-lebarnya, seluas-luasnya, dan
seterang-terangnya ilmu tentang praktek Metode Sentra. Yudhis
dan Siska ibarat merilis software yang siap untuk dipakai oleh siapa saja
secara gratis di perangkat keras PAUD-TK-RA-SD di mana pun berada. Apa yang
saya baca di buku, sama persis seperti yang terjadi di lapangan saat saya
observasi beberapa kali ke Batutis Al-Ilmi. Buku ini mengonfirmasi realisasi
ilmu Metode Sentra di tataran praksis.
Kesembilan, ada referensi pelengkap. Bab terakhir
yang berisi referensi pelengkap adalah catatan rasa geram Yudhistira Massardi
melihat karut-marut dunia pendidikan dan kehidupan kita berbangsa. Yudhistira
berhasil memotret segala permasalahan bangsa ini, dari pisau analisis Metode
Sentra.
Kesepuluh, ada testimoni dari
orangtua murid Batutis Al-Ilmi tentang penerapan Metode Sentra terhadap anak
mereka. Tentu saja, orangtua (wali murid) menjadi stake holder yang paling
merasakan betul dampak dari Metode Sentra. Bagaimana anaknya bersikap,
bertindak, semua langsung bisa dirasakan oleh orangtua. Metode Sentra haruslah
selaras penerapannya antara di sekolah dan di rumah. Jika tidak, tentu anak
(siswa) akan merasakan cultural gap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar